PERAN AKTIF PENYULUH AGAMA DALAM MERAWAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI LUMAJANG

Oleh: Sufyan Arif, S.H. (Penyuluh Agama Islam, KUA Kec. Kunir, Kab. Lumajang)

Kerukunan umat beragama merupakan fondasi penting dalam membangun masyarakat yang harmonis, khususnya di daerah multikultural seperti Lumajang. Kabupaten ini memiliki tradisi kuat dalam menjalin hubungan antarumat beragama, yang didukung oleh peran aktif para penyuluh agama dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Lumajang. Artikel ini membahas kontribusi nyata penyuluh agama dalam menjaga tradisi kerukunan umat beragama, berbagai program inovatif yang telah dilaksanakan, serta tantangan dan solusi yang dihadapi dalam upaya ini.

Aplikasi Fiqh dalam Moderasi Beragama

Aplikasi fiqh dalam moderasi beragama menitikberatkan pada penerapan prinsip keadilan (‘adl), kemaslahatan (maslahah), dan toleransi (tasamuh) dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip-prinsip ini mencerminkan ajaran Islam tentang pentingnya harmoni sosial, yang memungkinkan individu menjalankan keyakinan mereka tanpa adanya paksaan. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Tidak ada paksaan dalam agama” (QS. Al-Baqarah: 256).

Di Lumajang, fiqh muamalah diterapkan untuk memelihara hubungan harmonis antarumat beragama. Misalnya, dalam konflik pembangunan gereja di Tempeh, Majelis Kehormatan Kerukunan Umat Beragama menerapkan fiqh yang fleksibel untuk mencapai solusi yang inklusif dan diterima oleh semua pihak. Pembangunan masjid dan gereja di lokasi yang sama menjadi contoh konkret penerapan maqāṣid al-sharī‘ah (tujuan syariah), yang menekankan perlindungan terhadap agama, jiwa, dan kemaslahatan bersama. Langkah ini tidak hanya mencerminkan keadilan, tetapi juga keberpihakan pada prinsip harmoni sosial yang esensial dalam masyarakat multikultural.

Kamali (2008) dalam Shari’ah Law: An Introduction memberikan wawasan mendalam tentang maqāṣid al-sharī‘ah sebagai panduan utama dalam mendukung pluralisme agama. Kamali menjelaskan bahwa maqāṣid al-sharī‘ah, yang meliputi perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, bukan hanya konsep teoretis tetapi alat praktis untuk menyelesaikan konflik dan memelihara keadilan sosial. Di Lumajang, penerapan maqāṣid al-sharī‘ah ini menjadi landasan untuk menciptakan solusi inklusif seperti pembangunan masjid dan gereja di satu lokasi yang sama, yang mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan prinsip harmoni keagamaan.

Moderasi beragama di Lumajang juga mengacu pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya kebebasan beragama yang dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Pasal 18) dan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Hak setiap individu untuk mempraktikkan agamanya tanpa ancaman atau diskriminasi diakui sebagai bagian integral dari upaya menciptakan harmoni sosial.

Program jalan sehat lintas agama di Lumajang menjadi wujud nyata penghormatan terhadap pluralisme dan inklusi sosial, dua nilai fundamental dalam Hak Asasi Manusia (HAM). Kegiatan ini bukan hanya seremonial, tetapi merupakan simbol dari komitmen Kemenag Lumajang untuk melibatkan semua komunitas agama, termasuk minoritas seperti Buddha dan Konghucu, yang sering kali terpinggirkan dalam wacana publik. Dengan melibatkan kelompok lintas agama, program ini membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya hidup berdampingan dalam keberagaman.

Donnelly (2013) dalam Universal Human Rights in Theory and Practice menggarisbawahi bahwa kebebasan beragama merupakan elemen penting dari HAM universal, yang tidak hanya bersifat individu tetapi juga kolektif dalam menciptakan harmoni sosial. Selain itu, An-Na’im (1990) dalam Toward an Islamic Reformation menyoroti bagaimana hukum Islam, melalui pendekatan maqāṣid al-sharī‘ah, dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai HAM modern untuk mendukung pluralisme.

Peran Penyuluh Agama dalam Menjaga Tradisi Kerukunan

Penyuluh agama di Kecamatan Senduro, yang dikenal sebagai wilayah multiagama, telah menjadi motor penggerak utama dalam merawat tradisi kerukunan antarumat beragama. Di wilayah ini, umat Islam sebagai mayoritas hidup berdampingan secara harmonis dengan umat Hindu, komunitas terbesar kedua. Kolaborasi antarumat beragama terlihat jelas dalam perayaan hari besar keagamaan. Misalnya, saat Hari Raya Idul Fitri, pecalang Hindu turut membantu menjaga keamanan, sementara pada hari besar umat Hindu, seperti di Pura Mandara Giri Semeru Agung, umat Islam ikut berpartisipasi menjaga ketertiban. Kantor Kemenag Lumajang memanfaatkan tradisi ini sebagai model implementasi kerukunan beragama di Jawa Timur.

Para penyuluh agama telah melaksanakan berbagai program inovatif yang memperkuat harmoni lintas agama di Lumajang. Salah satu kegiatan yang menonjol adalah penyelenggaraan jalan sehat dan pentas seni lintas agama yang melibatkan ribuan peserta dari berbagai komunitas agama. Acara seperti ini tidak hanya mempererat hubungan antarumat beragama, tetapi juga menanamkan nilai moderasi di berbagai kalangan, termasuk siswa, tokoh masyarakat, dan pejabat daerah.

Deklarasi Lumajang sebagai kabupaten moderasi beragama pertama di Jawa Timur juga merupakan langkah monumental. Pembentukan Majelis Kehormatan Kerukunan Umat Beragama yang dipimpin oleh Bupati Lumajang menjadi salah satu inisiatif strategis yang membedakan Lumajang dari daerah lain. Majelis ini berhasil menyelesaikan konflik keagamaan, seperti kasus penolakan pembangunan gereja di Kecamatan Tempeh, dengan pendekatan win-win solution.

Gerakan moderasi juga diterapkan melalui pengembangan kampung moderasi beragama. Program seperti Kampung Bimaerdeka (Bimbingan Masyarakat Moderasi Beragama Anti Radikalisme), Gempita (Gerakan Masyarakat Pintar dan Toleransi Beragama), dan Kampung Guru (Guyub Rukun) menjadi contoh nyata kolaborasi lintas agama di tingkat akar rumput. Selain itu, para penyuluh agama aktif mengedukasi siswa di tingkat SMA/MA tentang bahaya radikalisme dan pentingnya toleransi. Program ini sangat penting dalam menangkal penyebaran ideologi radikal yang dapat mengancam kerukunan masyarakat.

Tantangan dan Solusi

Tantangan utama yang dihadapi adalah menyelesaikan konflik kepentingan yang dapat memicu ketegangan antarumat beragama. Kasus pembangunan gereja di Tempeh menunjukkan pentingnya peran Majelis Kehormatan dalam menciptakan solusi yang inklusif, seperti pembangunan masjid dan gereja di lokasi yang sama. Selain itu, minimnya partisipasi dari komunitas tertentu, seperti Buddha dan Konghucu, menjadi kendala tersendiri. Untuk mengatasinya, Kemenag Lumajang memastikan keterwakilan mereka dalam diskusi strategis tanpa membebani fisik mereka dengan aktivitas berat.

Tantangan lain adalah pengaruh media sosial dalam menyebarkan ideologi radikal. Penyebaran ini menjadi ancaman serius yang diatasi dengan memperkuat penyuluhan kepada generasi muda dan memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan moderasi beragama.

Upaya Kemenag Lumajang melalui para penyuluh agama telah membawa dampak positif dalam menjaga tradisi kerukunan umat beragama. Keberhasilan ini tidak lepas dari kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat. Dengan program yang terus berkembang dan adaptif terhadap tantangan zaman, Lumajang diharapkan dapat menjadi model nasional dalam implementasi moderasi beragama. Komitmen ini harus terus diperkuat agar harmoni yang telah terbangun dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

illustrasi diunduh https://www.pexels.com/photo/view-of-grass-field-2387875/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *