Pendahuluan
Polemik nikah beda agama kembali menyeruak; putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengabulkan permohonan nikah beda agama memicu kontroversi bahkan berujung pada gugatan. Kamarudin Amin, Dirjen Bimas Kemenag, buka suara; “Pada dasarnya pengadilan tidak mengesahkan adanya pernikahan beda agama. Namun, pengadilan memerintahkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) untuk mencatat pernikahan tersebut berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan” (Okezone, 29/9/2022). Sistem perundang-undangan kita saat ini memang belum mengakomodasi nikah beda agama; alihalih seseorang dilarang atau dipaksa melakukan konversi agama agar bisa menikah. Pencatatan nikah beda agama di Dukcapil memberi jaminan kepada mereka yang mau menikah beda agama terkait status dan hak-hak yang lahir dari pernikahannya. Penelitian Aini dkk. menemukan bahwa berdasar data BPS 2000-2020 ada sekitar 228.778 kasus nikah beda agama di kalangan Muslim (Taufik, 2022: 355); angka ini setidaknya menunjukkan bahwa nikah beda agama menjadi pilihan dari sebagian Muslim di Indonesia.
Beberapa kali menemani para penghulu dan penyuluh KUA, saya kerap menerima pertanyaan yang hampir sama, “Apakah HAM ingin KUA mengesahkan nikah beda agama?” Jawaban saya singkat, “Tidak, HAM tidak mengurusi sah-tidaknya sebuah pernikahan!”. Saya bisa memahami mengapa muncul pertanyaan ini. Tidak jarang HAM kerap dituding menggerus keyakinan seseorang atau melegalkan praktik-praktik keagamaan tertentu, seperti nikah beda agama. Padahal, HAM tidak mengurusi keyakinan atau praktik keagamaan seseorang yang beraneka ragam dan mustahil juga diseragamkan. Lantas, apa yang diurusi HAM? Manusianya! Sebab manusialah yang menjadi titik temu dari semua perbedaan yang melekat pada diri seseorang atau kelompok; kita mungkin berbeda keyakinan, agama, jenis kelamin, negara, atau lainnya…tapi di balik semua perbedaan yang sudah menjadi sunnatullah itu, kita tetap sama-sama manusia, bukan?
Salah paham tentang HAM bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah tingkat pemahaman tentang HAM. Survei Komnas HAM dan Litbang Kompas 2019 menunjukkan bahwa hampir 70 persen orang Indonesia tidak tahu ada Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM di Indonesia. Survei yang sama menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat Indonesia terhadap HAM sebagai hak dasar yang dibawa sejak lahir semakin meningkat. Meskipun demikian, hak-hak komunal lebih diutamakan dari hak-hak individual, seperti masih banyak masyarakat Indonesia yang setuju dengan hukuman mati sekalipun mereka paham bahwa setiap orang punya hak untuk hidup. Masih menurut survei ini, pandangan agama sangat berperan besar terhadap bagaimana masyarakat Indonesia memahami HAM (Komnas HAM, 31/01/2019). Temuan ini tidak mengherankan karena nilai-nilai agama memengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Pendidikan HAM sangat penting untuk memberikan pemahaman yang benar dan utuh tentang HAM, khususnya terkait agama. Preambul Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) juga sudah mewanti-wanti bahwa upaya perlindungan dan penghargaan terhadap martabat kemanusiaan utamanya harus digalakkan melalui pendidikan (Scharffs, 2022: 141). Jadi, HAM itu bukan semata-mata urusan pasal-pasal hukum yang kerap bak pisau bermata dua, tapi lebih soal kesadaran dan kultur di mana setiap orang menghargai sesama manusia bukan karena agamanya atau identitas lainnya, tapi semata-mata karena 72 |KERAGAMAN BERAGAMA: RELASI ISLAM DAN HAM kemanusiaan (Maufur, 2021: 53). Dalam konteks KUA, pembumian kesadaran dan kultur HAM di kalangan masyarakat juga menjadi tanggung jawab yang harus diemban oleh pegawainya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah. Ungkapan seorang pegawai KUA “Mas, kami terikat pada peraturan perundang-undangan” bukan penghalang bagi upaya perlindungan dan penegakan hakhak dasar manusia di lingkup KUA karena “HAM bukan sematamata soal hukum!”. Indonesia telah meratifikasi DUHAM dan semua kovenan internasional yang dikeluarkan PBB untuk memperjelas hal-hal yang diatur dalam DUHAM. Indonesia bahkan telah memberlakukan Undang-Undang HAM, sebagaimana disinggung di atas.
Artikel ini merupakan bagian dari buku Keragaman beragama: Relasi Islam dan HAM bagian Kebebasan Beragama Pengertian, Sejarah, dan Konsep Dasar yang ditulis oleh Maufur