Pendahuluan
Islam menetapkan manusia sebagai makhluk terbaik dan bermartabat. Kemuliaan dan kedudukan tinggi yang diterima manusia mengindikasikan adanya hak-hak dasar yang melekat dalam dirinya secara kodrati sejak seseorang dilahirkan ke dunia (Mas’udi, 2000: 66). Setiap orang, tanpa kecuali, mempunyai hak-hak tersebut, walaupun terlahir dari ras, suku, gender, bahasa, agama dan budaya yang berbeda-beda. Inilah yang disebut universalitas Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Karena melekat dalam eksistensi kemanusiaan manusia, HAM tidak dapat dicabut, dihilangkan, dikurangi atau dirampas oleh kekuasaan apapun dan dengan alasan apapun (Hasan, 2021: 1).
Sejalan dengan itu, beberapa ulama Muslim seperti Muhammad al-Ghazali, ulama Mesir berpengaruh, menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia bukanlah pemberian dari raja ataupun penguasa, bukan pula ketetapan dari kepala pemerintahan ataupun pemimpin negara. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang merupakan pemberian dan anugerah Tuhan. Hak tersebut tidak dapat dihilangkan, dihapus, dicabut, dilanggar dan dirampas (Al-Ghazali, 1984: 231). Hal senada juga disampaikan oleh Wahbah al-Zuhayli, seorang ulama dan profesor asal Suriah, bahwa HAM merupakan sekelompok hak natural yang dimiliki dan melekat pada diri manusia (Al-Zuhayli, 2014). Selain keduanya, pemikir Muslim asal Mesir lainnya, Muhammad Imarah, menyebutkan bahwa HAM dalam Islam telah menjadi kewajiban, dan tidak lagi sekadar sebagai hak (Imarah, 1985: 14-15).
Selama ini konsep HAM kerap disalahpahami oleh mayoritas umat Islam, termasuk umat Islam Indonesia. Konsep ini sering dianggap sebagai produk pemikiran Barat yang sengaja ditanamkan dalam pikiran umat Islam dengan tujuan agar mereka tunduk pada hegemoni Barat. Padahal HAM sebenarnya merupakan konsep kemanusiaan universal yang lahir dari perkembangan kesejarahan umat manusia setelah melewati berbagai fase kegelapan dalam kehidupan. Ia merupakan ikhtiar umat manusia untuk menuntut pemulihan harkat dan martabat kemanusiaan yang telah terbenam dalam titik nadir sejarah akibat kekuasaan yang menindas.
Dalam Islam prinsip-prinsip HAM dinyatakan dengan tegas dalam teks-teks kunci agama. Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber doktrinal utama Islam menjadi landasan teologis atas hakhak asasi manusia dalam Islam. Namun pada praktiknya, kasus pelanggaran hak asasi manusia semakin banyak terjadi. Dalam Laporan Akhir Tahun 2021, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat berbagai pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang tahun 2021, di antaranya beberapa kasus intoleransi dan ekstrimisme dengan kekerasan yang menciderai hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (komnasham.go.id, 28/12/2021).
Peristiwa perusakan tempat ibadah umat Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat (CNNIndonesia.com, 03/09/2021) menunjukkan bahwa perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan masih harus ditingkatkan. Begitu juga dengan kasus-kasus perusakan tempat ibadah maupun pendirian tempat ibadah lainnya seperti yang terjadi pada masjid di Bireun dan Bogor, Gereja Katolik di Bantaeng dan Lamongan, Gereja di Singkil, Aceh masih memperlihatkan belum tercerminnya penghormatan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Selain beberapa kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di atas, dalam rentang waktu yang sama terdapat sejumlah pelanggaran HAM lainnya, yaitu pelanggaran terhadap hak hidup. Contoh paling update adalah tragedi Kanjuruhan Malang yang menyebabkan 135 korban meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka pada 1 Oktober 2022 juga disinyalir sebagai salah satu kasus pelanggaran HAM terbesar saat ini (Nasionaltempo.co, 31/10/2022). Selain itu, sejumlah kasus aborsi yang masih terus terjadi di Indonesia hingga saat ini menarik untuk dikaji, karena ia berkaitan dengan hak hidup bagi janin dan ibu secara bersamaan. Pada kondisi tertentu, hak hidup bagi janin terkadang bertentangan dengan hak hidup bagi ibu. Berdasarkan hasil penelitian Guttmacher Institute, diperkirakan terjadi dua juta aborsi di Indonesia setiap tahunnya. Hal ini disebabkan banyaknya perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan atau tidak diinginkan sehingga memilih melakukan aborsi (Solopos.com, 17 Februari 2020).
Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin perlindungan HAM dalam UU RI Nomor 39 Tahun 1999. Berdirinya Komnas HAM di Indonesia juga menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam mendukung penegakan hukum di Indonesia, meskipun diketahui masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas hingga saat ini. Terkait jaminan atas hak hidup sebagai hak asasi yang paling mendasar bagi manusia tertera dalam pasal 28A Undang-undang Dasar 1945, dan pasal 9 ayat (1) UU HAM. Sedangkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, Indonesia menjamin warganya untuk memeluk salah satu agama yang diakui negara dalam pasal 29 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.
Dilihat dari banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagai negara hukum dengan mayoritas penduduk muslim, menjadi penting untuk mendiskusikan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut dalam perspektif Islam. Karena itu, bab ini akan mengkaji HAM berdasar pada sumber doktrinal Islam, yaitu al- Qur’an dan hadis yang difokuskan pada hak hidup kaitannya dengan aborsi, khususnya bagi korban perkosaan; dan hak kebebasan beragama terkait dengan kasus perusakan rumah ibadah.
Dilihat dari banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagai negara hukum dengan mayoritas penduduk muslim, menjadi penting untuk mendiskusikan kasuskasus tersebut dalam perspektif Islam.
Artikel ini merupakan bagian dari buku Keragaman beragama: Relasi Islam dan HAM bagian Hak Asasi Manusia dalam Sumber Doktrinal Islam Hak Hidup dan Kebebasan Beragama yang ditulis oleh Subi Nur Isnaini